SEJARAH
EKONOMI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah perekonomian Indonesia merupakan suatu catatan
penting untuk melihat bagaimana perkembangan perekonomian Indonesia dalam
perjalanan waktunya. Kondisi perekonomian Indonesia mengalami berbagai
dinamika seiring perputaran waktu. Hal itu relevan diungkapkan sebagai bagian
untuk mengetahui realita perekonomian Indonesia.
Sejarah ekonomi mengkaji dua masalah utama, yaitu
perubahan ekonomi secara angka dan kondisi masyarakat selama perubahan itu
berlangsung. Indonesia merupakan sebuah kenyataan bangsa yang mendiami
geografis yang subur, namun pernah diperas oleh bangsa lain. Sebagai sebuah
sejarah, kondisi ini lebih sering dikaitkan terhadap aspek politik Jawa dalam
hubungannya dengan dunia internasional pada saat itu. Potret ekonomi sepanjang
sejarah itu pun dirasakan sebagai bentuk eksploitasi penjajahan semata.
Padahal, potret ekonomi Indonesia secara menyeluruh
penting pula diungkap. Hal ini tidak terlalu mengherankan karena cerita tentang
politik terus direproduksi menjadi epic dalam politik kotemporer di Indonesia.
Sementara, berbagai data mengenai ekonomi hanya tersusun rapi sebagai arsip di
Belanda, sebagai mantan penjajahnya. Pada makalah ini akan membahas mengenai pengertian
sejarah perekonomian Indonesia dan perkembangan perekonomian Indonesia dari
masa ke masa.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini
akan membahas tentang :
a.
Sejarah prakolonialisme
b.
Era pendudukan jepang
c.
Ekonomi indonesia pada masa orde lama, orde baru, dan
orde reformasi.
1.3
Tujuan
Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memberikan, menambah wawasan mengenai Sejarah Perekonomian Indonesia bagi
penulis dan pembaca, sehingga lebih memahami, mengetahui perkembangan Indonesia
dari zaman sebelum penjajahan hingga saat ini. Dan makalah ini dibuat untuk
menyelesaikan tugas dari mata kuliah Perekonomian Indonesia yaitu mata kuliah
Softskill.
BAB II
ISI
2.1 SEJARAH PRAKOLONIALISME
Pada
masa sebelum kekuatan Eropa Barat mampu menguasai daratan dan perairan Asia
Tenggara, belum ada Indonesia. Nusantara yang sekarang kita kenal sebagai
Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan tanah yang dikuasai oleh berbagai
kerajaan dan kekaisaran, kadang hidup berdampingan dengan damai sementara di
lain waktu berada pada kondisi berperang satu sama lain. Nusantara yang luas
tersebut kurang memiliki rasa persatuan sosial dan politik yang dimiliki
Indonesia saat ini. Meskipun demikian, jaringan perdagangan terpadu telah
berkembang di wilayah ini terhitung sejak awal permulaan sejarah Asia.
Terhubung ke jaringan perdagangan merupakan aset penting bagi sebuah kerajaan
untuk mendapatkan kekayaan dan komoditas, yang diperlukan untuk menjadi
kekuatan besar. Tapi semakin menjadi global jaringan perdagangan ini di
nusantara, semakin banyak pengaruh asing berhasil masuk; suatu perkembangan
yang akhirnya akan mengarah pada kondisi penjajahan.
Keberadaan
sumber-sumber tertulis adalah yang memisahkan masa sejarah dari masa
prasejarah. Karena sedikitnya sumber-sumber tertulis yang berasal dari masa
sebelum tahun 500 Masehi, sejarah Indonesia dimulai agak terlambat. Diduga
sebagian besar tulisan dibuat pada bahan yang mudah rusak dan - ditambah dengan
iklim tropis lembab dan standar teknik konservasi yang berkualitas rendah pada
saat itu - ini berarti bahwa sejarawan harus bergantung pada inskripsi/prasasti
di atas batu dan studi sisa-sisa candi kuno untuk menelusuri sejarah paling
terdahulu nusantara. Kedua pendekatan ini memberikan informasi mengenai
struktur politik tua karena baik sastra maupun pembangunan candi adalah contoh
budaya tinggi yang diperuntukkan bagi elit penguasa.
Sejarah
Indonesia memiliki ciri sangat khas, yaitu umumnya berpusat di bagian barat
Nusantara (khususnya di pulau Sumatera dan Jawa). Karena sebagian besar bagian
timur Nusantara memiliki sedikit kegiatan ekonomi sepanjang sejarah (terletak
jauh dari jalur perdagangan utama), hal itu menyebabkan sedikitnya kegiatan
politik; suatu situasi yang berlanjut hingga hari ini.
2.2
ERA PENDUDUKAN JEPANG
Pada
jaman pendudukan Jepang kehidupan ekonomi rakyat sangat menderita. Lemahnya
ekonomi rakyat berawal dari sistem bumi hangus Hindia Belanda ketika mengalami
kekalahan dari Jepang pada bulan Maret 1942. Sejak itulah kehidupan ekonomi
menjadi lumpuh dan keadaan ekonomi berubah dari ekonomi rakyat menjadi ekonomi
perang. Langkah pertama yang dilakukan Jepang adalah merehabilitasi prasarana
ekonomi seperti jembatan, alat-alat transportasi dan komunikasi. Selanjutnya
Jepang menyita seluruh kekayaan musuh dan dijadikan hak milik Jepang, seperti
perkebunan-perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan,
telekomunikasi dan lainlain. Hal ini dilakukan karena pasukan Jepang dalam
melakukan serangan ke luar negaranya tidak membawa perbekalan makanan Kebijakan
ekonomi pemerintah pendudukan Jepang diprioritaskan untuk kepentingan perang.
Perkebunan kopi, teh dan tembakau yang dianggap sebagai barang kenikmatan dan
kurang bermanfaat bagi kepentingan perang diganti dengan tanaman penghasil
bahan makanan dana tanaman jarak untuk pelumas.
Pola ekonomi perang yang dilancarakan oleh
Tokyo dilaksanakan secara konsekuen dalam wilayah yang diduduki oleh angkatan
perangnya. Setiap lingkungan daerah harus melaksanakan autarki (berdiri di atas
kaki sendiri), yang disesuaikan dengan situasi perang. Jawa dibagi atas 17
lingkungan autarki, Sumatra atas 3 lingkungan dan daerah Minseifu (daerah yang
diperintah Angkatan Laut Jepang) dibagi atas 3 lingkungan autarki. Karena
dengan sistem desentralisasi maka Jawa merupakan bagian daripada “Lingkungan”. Cara
yang ditempuh untuk pengerahan tenaga Romusha ini dengan bujukan, tetapi
apabila tidak berhasil dengan cara paksa. Untuk menarik simpati penduduk,
Jepang mengatakan bahwa Romusha adalah pahlawan pekerja yang dihormati atau
prajurit ekonomi. Mereka digambarkan sebagai orang yang sedang menunaikan tugas
sucinya untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Sedangkan panitia pengerah
Romusha disebut Romukyokai. Di samping rakyat, bagi para pamong praja dan
pegawai rendahan juga melakukan kerja bakti sukarela yang disebut Kinrohoshi.
Pemimpin-pemimpin Indonesia membantu pemerintah Jepang dalam kegiatan Romusha
ini. Bung Karno memberi contoh berkinrohonsi (kerja bakti), Bung Hatta memimpin
Badan Pembantu Prajurit Pekerja atau Romusha. Ali Sastroamijoyo, S.H.
mempelopori pembaktian barang-barang perhiasan rakyat untuk membantu biaya
perang Jepang.
Akibat dari Romusha ini jumlah pria di
kampung-kampung semakin menipis, banyak pekerjaan desa yang terbengkelai,
ribuan rakyat tidak kembali lagi ke kampungnya, karena mati atau dibunuh oleh
Jepang. Coba bandingkan dengan rodi pada jaman penjajahan Belanda. Untuk
mengawasi penduduk atas terlaksananya gerakan-gerakan Jepang maka dibentuklah
tonarigumi (rukun tetangga) sampai ke pelosok pelosok pedesaan. Dengan demikian
sumber daya manusia rakyat Indonesia khususnya di Jawa dimanfaatkan secara
kejam untuk kepentingan Jepang. Akibat dari tekanan politik, ekonomi, sosial
maupun kultural ini menjadikan mental bangsa Indonesia mengalami ketakutan dan
kecemasan.
2.3
EKONOMI INDONESIA PADA MASA ORDE LAMA, ORDE BARU DAN ORDE REFORMASI
A. Masa Orde Lama ( 1945 – 1967 )
Perekonomian
Indonesia pada masa orde lama perlu dicermati karena pada masa tersebut,
Indonesia merupakan Negara yang baru saja merdeka. Dalam masa ini, perkembangan
perekonomian dibagi dalam 3 (tiga) masa, yaitu :
1. Masa
Kemerdekaan ( 1945 – 1950 )
Keadaan
ekonomi pada masa awal kemerdekaan dapat dibilang sangat tidak menggembirakan.
Hal itu terjadi karena adanya inflasi yang disebabkan oleh beredarnya lebih
dari satu mata uang secara tidak terkendali. Oktober 1946 Pemerintah RI
mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang,
namun adanya blockade ekonomi oleh Belanda dengan menutup pintu perdagangan
luar negeri mengakibatkan kekosongan kas Negara. Akibatnya Negara berada dalam
kondisi krisis keuangan dan kondisi itu tentu membahayakan bagi keberlangsungan
perekonomian Indonesia pada saat itu.
Dalam
menghadapi krisis tersebut, pemerintah menempuh beberapa kebijakan, yaitu :
1. Pinjaman Nasional
2. Pemenuhan Kebutuhan Rakyat
3. Melakukan Konferensi Ekonomi
4. Membuat Rencana Pembangunan
5. Membangun Partisipasi Swasta Dalam
Pembangunan Ekonomi
6. Nasionalisasi Bank Indonesia
2. Masa
Demokrasi Liberal ( 1950 – 1957 )
Ciri
utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini
disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak tetapi tidak ada partai yang
memiliki mayoritas mutlak dan hal ini kemudian membuat pada masa ini
perekonomian diserahkan sepenuhnya kepada pasar. Dampak dari kebijakan ini
akhirnya hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
Pemerintah
terkesan memaksakan sistem pasar dalam perekonomian, anehnya pemerintah sudah
mengetahui dampaknya dan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kondisi
perekonomian. Usaha-usaha tersebut adalah melalui pemotongan nilai uang,
melanjutkan program Benteng, dan memutuskan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).
Pemotongan nilai uang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar
agar tingkat harga turun, dikenal dengan sebutan Gunting Syarifuddin.
Pemerintah juga melanjutkan Program Benteng (Kabinet Natsir) dengan maksud
untuk menumbuhkan wiraswasta pribumi agar bisa berpartisipasi dalam
perkembangan ekonomi nasional dan pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB,
termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
3. Masa
Demokrasi Terpimpin ( 1959 – 1967 )
Demokrasi
Terpimpin tidak lepas dari sosok Presiden Soekarno, sehingga pemikiran Soekarno
menjadi dasar bagi pelaksanaan demokrasi terpimpin. Dalam pidato beliau yang
berjudul Kembali ke Rel Revolusi terbitlah pemikiran Soekarno tentang demokrasi
terpimpin. Demokrasi Terpimpin benar-benar terjadi setelah muncul Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Mulai saat itulah Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin. Akibat dari system ini berdampak pada perubahan struktur ekonomi
Indonesia yang akhirnya cenderung berjalan melalui system etatisme, dimana
dalam system ini Negara dan aparatur ekonomi Negara bersifat dominan serta
mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor Negara.
Tidak
menunjukkan kondisi perekonomian yang baik justru berdampak pada adanya
devaluasi (penurunan nilai uang yang tujuannya guna membendung inflasi yang
tetap tinggi, mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat, serta agar
dapat meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan),
perlunya membentuk lembaga ekonomi, dan kegagalan dalam bidang moneter. Pada
saat ini dibentuk pula Deklarasi Ekonomi, tujuannya untuk mencapai tahap
ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
B. Masa
Orde Baru ( 1967 – 1998 )
Masa Orde Baru identik dengan masa pemerintahan
Presiden Soeharto. Dikenal beberapa tahapan pembangunan yang menjadi agendanya.
Orde Baru mengawali rezimnya dengan menekankan pada prioritas stabilitas
ekonomi, dan politik. Program pemerintah berorientasi pada pengendalian
inflasi, penyelamatan keuangan Negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi yang baru melalui pendekatan demokrasi
pancasila, dan secara perlahan campur tangan pemerintah dalam perekonomian
mulai masuk. Pentingnya aspek pemerataan disadari betul dalam masa ini sehingga
muncul istilah 8 (delapan) jalur pemerataan sebagai basis kebijakan ekonominya,
yaitu :
1) Kebutuhan Pokok
2) Pendidikan dan
kesehatan
3) Pembagian
pendapatan
4) Kesempatan kerja
5) Kesempatan
berusaha
6) Partisipasi wanita
dan generasi muda
7) Penyebaran
pembangunan dan peradilan
Agar
implementasi kebijakan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan terencana,
maka kebijakan tersebut dilaksanakan dengan sebutan pola umum pembangunan
jangka panjang (25-30 tahun) dan berlangsung dalam periodisasi lima tahunan
sehingga dikenal dengan sebutan Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Pelita
menunjukkan hasil yang signifikan dalam proses pembangunan ekonomi, terbukti
pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, menurunkan angka
kemiskinanm meningkatkan partisipasi pendidikan, penurunan angka kematian bayi,
dan peningkatan sector industri, berhasil dalam mengendalikan jumpal penduduk
melalui program Keluarga Berencana (KB).
Meskipun
Orde Baru berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi fundamental ekonomi
justru rapuh. Titik kulminasi keterpurukan Orde Baru berujung pada mundurnya
Soeharto dari kursi presiden pada tanggal 21 Mei 1998. Terlepas dari berbagai kontroversi tentang perjalanan rezim Orde
Baru, harus diakui bahwa Orde Baru paling tidak telah meletakkan dasar-dasar
perekonomian bagi rezim selanjutnya. Kondisi politik yang relatif stabil
menjadi modal bagi tumbuhnya perekonomian secara baik.
C. Masa
Reformasi (1998 - Sekarang)
Masa
reformasi dianggap sebagai tonggak baru perjalanan kehidupan bangsa Indonesia
dari sisi sosial dan politik. Muncul beberapa kebijakan yang kemudian menjadi
landasan bagi perjalanan sejarah Bangsa Indonesia kedepan. Kebijakan yang
paling menonjol adalah adanya pergeseran pengelolaan pemerintahan dari
sentralitis menjadi desentralitis.
1. Masa Presiden BJ. Habibie (
21 Mei 1998 - 20 Oktober 1999 )
Salah
satu tugas penting Presiden Habibie adalah mendapatkan kembali komunitas
Negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Untuk menyelesaikan krisis
moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah :
1) Melakukan
restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN dan unit
Pengelola Aset Negara
2) Melikuidasi
beberapa bank yang bermasalah
3) Menaikkan
nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp 10.000,00
4) Membentuk
lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri
5) Mengimplementasikan
reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
6) Mengesahkan
UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Shat
7) Mengesahkan
UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2. Masa
Presiden Abdurrahman Wahid / Gus Dur ( 20 Oktober 1999 - 23 Juli 2001 )
Gus Dur memerintah dengan gaya yang agak
kontroversial. Banyak pernyataan-pernyataan yang membuat kebingungan public
sehingga berakibat seringnya muncul perdebatan di public yang tidak memberikan
pendidikan bagi masyarakat. Gus Dur juga gemar melakukan perjalanan ke luar
negeri, yang cenderung terkesan pemborosan. Keterbatasan fisiknya juga
mempengaruhi kinerjanya dalam menjalankan pemerintahan.
Kondisi
perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
memliki karakteristik sebagai berikut :
1) Dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada
perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan
tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga
sudah mulai stabil.
2) Hubungan
pemerintah dengan IMF kurang baik
3) Sosial
dan Politik yang tidak stabil dan semakin parah yang membuat investor asing
menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesia
4) Makin
rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) yang cenderung negative dikarenakan lebih banyaknya kegiatan
penjualan daripada kegiatan pebelian dalam perdagangan saham di dalam negeri
Gus Dur
telah menghiasi bagian sejarah perjalanan Bangsa Indonesia. Di tengah
keterbatasan fisiknya dan gaya kontroversinya, Gus Dur juga telah meletakkan
dasar kebijakan yang dapat menjadi pijakan bagi pemerintahan selanjutnya.
3. Masa Pemerintahan Megawati Soekarnoputri ( 23 Juli
2001 - 20 Oktober 2004 )
Mewarisi
kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk daripada masa pemerintahan
Gus Dur ditunjukkan dengan adanya inflasi dan rendahnya pertumbuhan ekonomi
Indonesia kurang berkembangnya investor swasta, baik dalam negeri maupun
swasta. Selain itu, nilai tukar rupiah yang masih fluktuatif dan indeks harga
saham gabungan yang cenderung menurun.
Pada
masa kepemimpinan Presiden Megawati, perekonomian Indonesia mulai mengalami
kemajuan walaupun masih ada beberapa kebijakannya yang memicu banyak
kontroversi tetapi Megawati sebagai presiden wanita pertama di Indonesia
menjadi bagian dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Keberhasilannya dalam
memperbaiki sector moneter, dan membidani terbentuknya lembaga korupsi jelas
merupakan modal berharga bagi pemerintahan selanjutnya.
4. Masa
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 - Sekarang )
Merupakan presiden pertama yang dipilih oleh rakyat
melalui Pemilu tahun 2004 dan tahun 2009. Pada masa jabatannya, Indonesia
mengalami sejumlah bencana alam dan menjadi tantangan tambahan bagi Presiden
yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi Negara dan
kesejahteraan rakyat.
Kebijakan
SBY yang dianggap kontroversial yaitu :
1) Kebijakan
mengurangi subsidi BBM
2) Kebijakan
Bantuan Langsung Tunai (BLT)
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
Waktu dapat mempengaruhi perjalanan kondisi
perekonomian. Perjalanan waktu yang diiringi dengan perubahan dinamika, baik
sosial dan politik, ternyata memberikan kontribusi pada kebijakan yang
dihasilkan pada periode masing-masing pemerintah. Namun di tengah realita
adanya keberlanjutan secara menyeluruh terhadap kebijakan dari setiap
periode-periode pemerintahan sebelumnya, Indonesia masih mempunyai harapan
terhadap kondisi perekonomian. Prospek ekonomi Indonesia ternyata didukung oleh
kondisi yang signifikan, baik dari sisi mikro dan makro, serta sektoral. Kita
sebagai generasi mudalah yang dapat mengembangkan, mengubah, meningkatkan dan
membangkitkan perekonomian Indonesia sehingga Indonesia dalam sektor ekonomi
seimbang.
DAFTAR PUSTAKA